Google Translete

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Perhatian :

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR Muslim no. 2674).

Minggu, 19 Juni 2011

Bekerja Pada Bank Syariah

Muhammad Yusuf
Pertanyaan:
Jika saya bekerja pada Bank Konvensional seperti Bank Mandiri, BNI dan lain-lain. Apakah penghasilan yang saya dapat adalah halal?
Jawaban:
Assalamu‘alaikum Wr. Wb. Untuk mengetahui apakah bunga bank identik dengan riba’, terlebih dahulu harus mengetahui aktivitas bank. Bank konvensinal selalu bermuamalah dengan hutang (qard). Bank berhubungan dengan nasabah berupa hutang, baik meminjamkan uang pada nasabah atau nasabah mendepositokan uang di bank. Itulah aktivitas inti pada bank konvensional walaupun ada aktivitas lain seperti jasa, investasi dan lain-lain. Dalam aktivitas hutang-piutang selalu menggunakan bunga bank. Dengan mengetahui aktivitas bank, kita dapat menyimpulkan bahwa bunga bank adalah riba’ yang diharamkan, bahkan riba’ yang paling jahat yaitu riba’ hutang atau riba’ jahiliyah. Dan pendapat inilah yang disepakati oleh para ulama, diantaranya ulama yang tergabung pada Lembaga Riset Islam Al-Azhar di Kairo tahun 1965, Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah tahun 1985, Lembaga Fiqh Islam Rabithah ‘Alam Islami di Mekkah tahun 1406 H, Keputusan Muktamar Bank Islam Kedua di Kuwait tahun 1983, Fatwa Mufti Mesir tahun1989, telah menyepakati bahwa bunga’ bank adalah riba’. Sebagaian ulama membolehkan bermuamalah dengan bunga bank karena darurat atau kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Mereka berdalil bahwa kondisi darurat membolehkan sesuatu yang haram (Ad-dhorurotu tubihul mahdzuroh). Untuk menjawab masalah ini maka harus melihat definisi darurat dan hajat menurut para ulama. Para ulama sepakat bahwa yang disebut darurat adalah sesuatu yang jika tidak melakukan yang diharamkan Allah dipastikan akan menimbulkan bahaya kematian atau mendekati kematian. Dalam kondisi seperti inilah dibolehkan sesuatu yang haram sebagaimana disebutkan dalam ayat dibolehkannya makan bangkai, darah dan lain-lain. Adapun hajat yaitu kondisi pada seseorang jika tidak melakukan yang diharamkan berada dalam posisi yang berat dan sulit. Perbedaan antara darurat dan hajat adalah:
Pertama, kondisi darurat menyebabkan dibolehkannya sesuatu yang diharamkan Allah, baik yang menimpa individu maupun jamaah. Sedangkan hajat tidak mendapatkan dispensasi keringanan dari hukum kecuali jika hajat tersebut menimpa jamaah (kelompok manusia). Karena setiap individu memiliki hajat masing-masing dan berbeda dari yang lain, maka tidak mungkin setiap orang mendapatkan hukum khusus. Lain halnya pada kondisi darurat karena ia merupakan kondisi yang langka dan terbatas.
Kedua, Hukum rukhsoh karena darurat adalah penghalalan sementara pada sesuatu yang diharamkan secara nash dan penghalalan tersebut selesai dengan lenyapnya kondisi darurat dan terbatas pada seseorang yang tertimpa kondisi tersebut. Adapun hukum yang dibangun atas hajat adalah hukum yang tidak bertentangan dengan nash tetapi bertentangan dengan kaidah dan qiyas yang bersifat umum. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa bunga bank yang diharamkan adalah bunga bank yang konsumtif sedangkan yang produktif tidak dilarang. Tetapi pendapat ini bertentangan dengan realitas masyarakat Quraisy di Mekkah, dimana mayoritas mereka adalah pedagang yang biasa melakukan perdagangan luar negeri antara Yaman dan Syam, dan mereka bermuamalah dengan riba’ untuk tujuan dagang. Pendapat ulama yang lain mengatakan bahwa bunga bank yang diharamkan adalah bunga bank yang berlipat ganda itu (adh’afan mudha’afah) sedang riba yang kecil seperti 10%, atau 5% tidak termasuk riba yang dilarang. Tetapi pendapat ini juga tertolak karena ungkapan adh’afan mudha’afah adalah dalam konteks menerangkan kondisi obyektif riba atau bunga bank dan sekaligus mengecamnya. Bahkan jika kita berpegang pada zhahirnya ayat, maka yang disebut berlipat ganda itu besarnya 600% -sebagaimana dikatakan Prof. Dr. Muhammad Diraz- karena kata adh’af merupakan bentuk jama, paling sedikit tiga, maka jika tiga dilipatgandakan akan menjadi enam maka berlipat ganda berarti 6 kali atau 600%. Maka hal ini tidak akan pernah terjadi pada perbankan manapun. Dengan demikian tidak ada alasan lagi bagi umat Islam bermuamalah dengan bunga bank yang dilakukan oleh bank konvensional. Apalagi sekarang sudah mulai bermunculan Bank Islam atau Bank Syari’ah yang tidak mempraktekkan riba’.
Masalah yang timbul adalah banyak umat Islam yang sudah menyimpan uangnya di bank konvensional yang mendapatkan bunga. Jika bunga tersebut tidak diambil maka ini menguntungan bank tersebut tetapi jika diambil itu adalah riba’. Maka jalan tengah yang dapat ditempuh adalah bunga bank tersebut diambil tetapi alokasi penggunaanya untuk hal-hal yang bersifat umum dan tidak dimiliki pribadi atau kepentingan da’wah. Alokasi yang dapat dimungkinkan adalah untuk perbaikan atau pembangunan jalan umum, MCK, selokan air dan lain-lain. Sebagian ulama memberikan rukhsoh dalam kebolehan bekerja di bank-bank konvensional dengan alasan tidak semua transaksi di perbankan tersebut haram. Ada transaksi-transaksi lain yang dibolehkan seperti; penukaran mata uang, transfer, jasa penitipan di defosit box dan lain-lain. Oleh karena itu, tidak mengapalah seorang muslim menerima pekerjaan tersebut - meskipun hatinya tidak rela - dengan harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diridhai agama dan hatinya. Hanya saja, dalam hal ini hendaklah ia melaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan Rabb-nya beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya: "Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan." (HR Bukhari)
Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb
sumber:http://www.syariahonline.com/v2/ekonomi-islam-a-muamalat/bekerja-pada-bank-syariah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini

Paling Populer

Source : http://adibey.blogspot.com/2010/07/cara-membuat-recent-comment-di-blog.html#ixzz1Qa830wmG