Google Translete

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Perhatian :

“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka.” (HR Muslim no. 2674).

Senin, 17 September 2012

Jasa Mencium Hajar Aswad

Assalamualaikum Wr. Wb. Langsung aja ustadz, apakah boleh saya menerima atau menggunakan jasa seseorang untuk mencium hajar aswad di baitullah mekah? Karena ketika saya berumroh ada seseorang yang menawarkan jasanya untuk membantu saya untuk mencium hajar aswad.
Jawaban:
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Saudara Kiky, mencium hajar aswad adalah sebuah pekerjaan sunah yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
Namun demikian, ia tidak boleh dilakukan dengan cara menyakiti jamaah yang lain ataupun menyiksa dirinya sendiri dengan cara berdesakan dan sebagainya. Karena itu, menerima bantuan orang lain untuk mencium hajar aswad boleh saja asalkan tidak menyakiti diri dan orang lain.
Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

. Bagaimana Sebaiknya Orang Tua :Umrah/Haji?

Assalamualaikum Wr. Wb. ustadz langsung aja, orang tua kami (mertua) sudah berniat haji sedangkan saat ini kami belum mempunyai uang yang cukup, maka kami memberikan sebidang tanah yang jika laku untuk biaya haji orang tua. Tetapi sampai saat ini belum terjual, maka suami mempunyai niat untuk mengumrohkan dulu aja. Ustad manakah yang lebih baik umroh atau uangnya ditabung dulu setelah cukup baru haji? Karena haji kan wajib sedangkan umrah sunat sementara orang tua sudah sangat ingin pergi ke tanah suci. Sekian dan terimakasih.

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Semoga Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Pada dasarnya ibadah haji lebih utama daripada umrah. Karena itu, jika diperkirakan bahwa dalam waktu yang tidak terlalu lama biaya haji bisa terkumpul, orang tua (mertua) Anda masih kuat, dan bisa sabar untuk menunggu, maka sebaiknya uang tersebut dikumpulkan untuk haji.
Namun jika perkiraan tentang biaya haji masih belum jelas, sementara orang tua sudah semakin lemah dan keinginannya untuk umrah ke tanah suci sudah sangat besar, maka tidak ada salahnya untuk umrah terlebih dahulu sambil berdoa semoga dalam lain kesempatan bisa berhaji. Pasalnya, umrah bisa dilakukan kapan saja, meskipun sebelum menunaikan haji sebagaimana yang dilakukan oleh Umar ra.
Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Hukum Pergi Haji Tidak Diridhai Suami

Assalamu'alaikum
Ust, sy pnya ibu mertua yg hubungannya tdk harmonis dg suami (7th psh rnjang). Ayah mertua pnya sifat n kbiasaan buruk (judi) dan sgt kikir. Bliau tdk mau membiayai haji istrinya pdhl bliau mampu (thn dpn bliau brangkt haji seorg diri). Krn hal inilah ibu mertua sy smakin tdk menyukai suaminya bahkn prnah minta cerai. Ibu mertua sy brencana naik haji dg biaya sndiri. Apakah haji ibu mertua sy sah jk bliau prgi tnpa izin suami?
Jawaban
Assalamu alaikum wr.wb.
Perlu diketahui bahwa perbuatan buruk suami (seperti berjudi, kikir, tidak mau menafkahi dsb) tidak membuat isteri boleh berbuat nusyuz (durhaka) kepada suami. Apalagi sampai pisah ranjang karena sebab nusyuz tersebut. Karena itu kalau isteri melihat suaminya berbuat buruk, ia harus memberikan nasihat semampunya dan tetap bersabar menghadapi perilakunya. Jika tidak bisa juga ia bisa menuntut cerai lantaran perangai buruk tadi.
Selanjutnya terkait dengan niat haji yang akan dilakukan oleh isteri, jika memang hajinya merupakan haji wajib maka ia boleh berangkat bersama mahram yang lain atau bersama rombongan wanita mukminah yang bisa dipercaya meski tidak mendapat ijin dari suami.
Bahkan sebagian ulama membolehkan seorang wanita pergi haji sunnah bersama rombongan wanita lainnya jika suaminya memang tidak menafkahi dan tidak menunaikan kewajiban sebagai suami.
Wallahu a'lam bish-shawab.
Wassalamu alaikum wr.wb.

Umrah Dengan Berhutang

Assalamu'alaikum. Pak Ustadz, bagaimana hukumnya dengan melaksanakan ibadah Umrah dengan meminjam uang ke pihak lain, dan pinjaman tersebut baru dibayar ketika pulang umrah dengan cara diangsur selama jangka waktu tertentu? Adakah Fatwa MUI yang menyatakan hal tersebut? Terima kasih.
Wassalamu'alaikum wr wb.

Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrahmanirrahiem. Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Wash-shalatu Was-Salamu ‘alaa Sayyidil Mursalin. Wa ba`d. Umroh dengan uang pinjaman secara hukum sah selama dikerjakan dengan benar sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW. Meski demikian, harus dipastikan benar bahwa hutang tersebut tidak dipaksakan dan diyakini mampu dibayar.
Namun yang jadi masalah adalah bila sistem pinjaman itu menerapkan bunga. Dimana besar uang pinjaman yang harus dikembalikan lebih besar dari nilai pokoknya. Bila hal ini yang terjadi, maka hukumnya adalah riba yang sangat dilarang dan diperangi oleh Allah SWT. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan, maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat , maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya." (QS.Al-baqarah :278-279 ).
Masalah yang kedua adalah adanya kewajiban untuk melunasi uang pinjaman itu. Karena sebagai muslim, maka sampai akhirat tetap akan dituntut untuk mengembalikan. Kecuali bila pemilik harta itu mengikhlaskannya.
Wallahu A`lam Bish-Showab, Wassalamu’Alaikum Wr. Wb.

Tentang Qurban

Assalamu'alaikum Wr. Wb. 
Ustadz Yth, mohon penjelasannya mengenai Qurban. Didalam ketakmiran di Masjid lingkungan kami, setiap pelaksanaan Qurban seringkali melakukan hal-hal sbg:
  1. Memberikan kepala kambing qurban kepada orang yang membantu penyembelihan dan pengulitannya.
  2. Menjual kulit Qurban dan hasilnya untuk renovasi masjid.
  3. Dalam kepanitian kadang-kadang menyisihkan sebagian daging Qurban untuk acara pembubaran panitia (mendapat sorotan warga sekitar Masjid). Demikian pertanyaan saya, sebelumnya terima kasih atas penjelasan Ustadz. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu’alaikum Wr. Wb. kalau daging, kulit, atau kepala kurban yang dimakan oleh panitia dianggap sebagai upah atas prosesi penyembelihan dan pemotongan hewan kurban, maka hal itu jelas tidak boleh. Ali ra berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan kepadaku menyembelih unta dan menyedekahkan dagingnya dan kulitnya. Tapi tidak boleh memberikan kepada penyembelihnya. Beliau berkata, Kami memberi upah kepada penyembelih dari uang kami sendiri.
Dalam riwayat yang lain dari Muslim disebutkan, Tidak boleh dikeluarkan dari daging itu biaya untuk penyembelihannya. Namun, jika daging yang diterima dan dimakan oleh panitia sebagai bentuk pemberian, hadiah, atau sedekah maka hal itu diperbolehkan tentu dengan jumlah atau bagian yang tidak besar sehingga bagian fakir miskin dan yang lain tetap ada.
Selanjutnya kulit serta seluruh bagian hewan kurban tidak boleh diperjual belikan oleh orang yang berkurban dan yang mewakilinya karena ia merupakan hewan yang telah diniatkan untuk ibadah di jalan Allah. Kalaupun kulitnya atau bagian lainnya dijual karena tidak bisa dimanfaatkan, maka hasil atau nilainya harus disedekahkan. Adapun kalau ia sudah sampai di tangan yang berhak menerimanya, maka terserah ia apakah kulit atau daging tadi akan dijual atau tidak.
Wallahu a’lam bish-shawab. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Cari Blog Ini

Paling Populer

Source : http://adibey.blogspot.com/2010/07/cara-membuat-recent-comment-di-blog.html#ixzz1Qa830wmG